Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
GENERASI SALAF SEBAGAI GENERASI PILIHAN
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya:
وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ
أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga, di bawahnya banyak sungai mengalir; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah : 100]
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi pujian
kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan.
Merekalah generasi terbaik yang dipilih oleh Allah sebagai pendamping nabi-Nya
dalam mengemban risalah ilahi.
Pujian Allah tersebut, sudah cukup sebagai bukti keutamaan
atau kelebihan mereka. Merekalah generasi salaf yang disebut sebagai generasi
Rabbani yang selalu mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Dengan menapak tilasi jejak merekalah, generasi akhir umat
ini akan bisa meraih kembali masa keemasannya. Sebagaimana dikatakan oleh Imam
Malik rahimahullah, “Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa
yang membuat generasi awalnya menjadi baik”. Sungguh sebuah ucapan yang pantas
di tulis dengan tinta emas. Jikalau umat ini mengambil generasi terbaik itu
sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan niscaya kebahagiaan akan menyongsong
mereka.
Dalam kesempatan kali ini, kami akan mengupas bagaimana para
salaf menyucikan jiwa mereka, yang kami nukil dari petikan kata-kata mutiara
dan hikmah yang sangat berguna bagi kita.
SALAF DAN TAZKIYATUN NUFUS
Salah satu sisi ajaran agama yang tidak boleh terlupakan
adalah tazkiyatun nufus (penyucian jiwa). Allah selalu menyebutan tazkiyatun
nufus bersama dengan ilmu. Allah berfirman:
كَمَآأَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ
يَتْلُوا عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُعَلِّمُكُم مَّالَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara
kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui. [Al-Baqarah : 151]
Artinya, ilmu itu bisa jadi bumerang bila tidak disertai
dengan tazkiyatun nufus. Oleh sebab itu dapat kita temui dalam biografi ulama
salaf tentang kezuhudan, keikhlasan, ketawadhu’an dan kebersihan jiwa mereka.
Begitulah, mereka selalu saling mengingatkan tentang urgensi tazkiyatun nufus
ini. Dari situ kita dapati ucapan-ucapan ulama salaf sangat menghunjam ke dalam
hati dan penuh dengan hikmah. Hamdun bin Ahmad pernah ditanya: “Mengapa ucapan-ucapan
para salaf lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita?” beliau menjawab:
“Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan mencari
ridha Ar-Rahman, sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia
dan mencari ridha manusia!”
SALAF DAN KEGIGIHAN DALAM MENUNTUT ILMU
Imam Adz-Dzahabi berkata: "Ya'qub bin Ishaq Al-Harawi
menceritakan dari Shalih bin Muhammad Al-Hafizh, bahwa ia mendengar Hisyam bin
Ammar berkata: "Saya datang menemui Imam Malik, lalu saya katakan kepadanya:
"Sampaikanlah kepadaku beberapa hadits!" Beliau berkata:
"Bacalah!"
"Tidak, namun tuanlah yang membacakannya
kepadaku!" jawabku.
"Bacalah!" kata Imam Malik lagi. Namun aku terus
menyanggah beliau. Akhirnya ia berkata: "Hai pelayan, kemarilah! Bawalah
orang ini dan pukul dia lima belas kali!" Lalu pelayan itu membawaku dan
memukulku lima belas cambukan. Kemudian ia membawaku kembali kepada beliau.
Pelayan itu berkata: "Saya telah mencambuknya!" Maka aku berkata
kepada beliau: "Mengapa tuan menzhalimi diriku? tuan telah mencambukku
lima belas kali tanpa ada kesalahan yang kuperbuat? Aku tidak sudi memaafkan
tuan!"
"Apa tebusannya?" tanya beliau.
"Tebusannya adalah tuan harus membacakan untukku
sebanyak lima belas hadits!" jawabku. Maka beliaupun membacakan lima belas
hadits untukku. Lalu kukatakan kepada beliau: "Tuan boleh memukul saya
lagi, asalkan tuan menambah hadits untukku!" Imam Malik hanya tertawa dan
berkata: "Pergilah!"
SALAF DAN KEIKHLASAN
Generasi salaf adalah generasi yang sangat menjaga aktifitas
hati. Seorang lelaki pernah bertanya kepada Tamim Ad-Daari tentang shalat malam
beliau. Dengan marah ia berkata: “Demi Allah satu rakaat yang kukerjakan di
tengah malam secara tersembunyi, lebih kusukai daripada shalat semalam suntuk
kemudian pagi harinya kuceritakan kepada orang-orang!”
Ar-Rabi’ bin Khaitsam berkata: “Seluruh perbuatan yang tidak
diniatkan mencari ridha Allah, maka perbuatan itu akan rusak!”
Mereka tahu bahwa hanya dengan keikhlasan, manusia akan
mengikuti, mendengarkan dan mencintai mereka. Imam Mujahid pernah berkata:
“Apabila seorang hamba menghadapkan hatinya kepada Allah, maka Allah akan
menghadapkan hati manusia kepadanya.”
Memang diakui, menjaga amalan hati sangat berat karena diri
seakan-akan tidak mendapat bagian apapun darinya. Sahal bin Abdullah berkata:
“Tidak ada satu perkara yang lebih berat atas jiwa daripada niat ikhlas, karena
ia (seakan-akan –red.) tidak mendapat bagian apapun darinya.”
Sehingga Abu Sulaiman Ad-darani berkata: “Beruntunglah bagi
orang yang mengayunkan kaki selangkah, dia tidak mengharapkan kecuali mengharap
ridha Allah!”
Mereka juga sangat menjauhkan diri dari sifat-sifat yang
dapat merusak keikhlasan, seperti gila popularitas, gila kedudukan, suka dipuji
dan diangkat-angkat.
Ayyub As-Sikhtiyaani berkata: “Seorang hamba tidak dikatakan
berlaku jujur jika ia masih suka popularitas.”
Yahya bin Muadz berkata: “Tidak akan beruntung orang yang
memiliki sifat gila kedudukan.”
Abu Utsman Sa’id bin Al-Haddad berkata: “Tidak ada perkara
yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian dan gila sanjungan.”
Oleh karena itulah ulama salaf sangat mewasiatkan keikhlasan
niat kepada murid-muridnya. Ar-Rabi’ bin Shabih menuturkan: “Suatu ketika, kami
hadir dalam majelis Al-Hasan Al-Bashri, kala itu beliau tengah memberi
wejangan. Tiba-tiba salah seorang hadirin menangis tersedu-sedu. Al-Hasan
berkata kepadanya: “Demi Allah, pada Hari Kiamat Allah akan menanyakan apa
tujuan anda menangis pada saat ini!”
SALAF DAN TAUBAT
Setiap Bani Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang
bersalah adalah yang segera bertaubat kepada Allah. Demikianlah yang disebutkan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih. Generasi
salaf adalah orang yang terdepan dalam masalah ini!
‘Aisyah Radhiyallahu anha berkata: “Beruntunglah bagi orang
yang buku catatan amalnya banyak diisi dengan istighfar.”
Al-Hasan Al-Bashri pernah berpesan: “Perbanyaklah istighfar
di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam
majelis-majelis kalian dan dimana saja kalian berada! Karena kalian tidak tahu
kapan turunnya ampunan!”
TANGIS GENERASI SALAF
Generasi salaf adalah generasi yang memiliki hati yang amat
lembut. Sehingga hati mereka mudah tergugah dan menangis karena takut kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Terlebih tatkala membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Ketika membaca firman Allah:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” [Al-Ahzab : 33]
‘Aisyah Radhiyallahu 'anha menangis tersedu-sedu hingga
basahlah pakaiannya.
Demikian pula Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu, ketika membaca
ayat.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ
قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka).” [Al-Hadid : 16]
Beliau menangis hingga tiada kuasa menahan tangisnya.
Ketika beliau membaca surat Al-Muthaffifin setelah sampai
pada ayat
لِيَوْمٍ عَظِيمٍ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ
لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia
berdiri menghadap Rabb semesta alam.” [Al-Muthaffifiin : 5-6]
Beliau menangis dan bertambah keras tangis beliau sehingga
tidak mampu meneruskan bacaannya.
SALAF DAN TAWADHU'
Pernah disebut-sebut tentang tawadhu’ di hadapan Al-Hasan
Al-Bashri, namun beliau diam saja. Ketika orang-orang mendesaknya berbicara ia
berkata kepada mereka: “saya lihat kalian banyak bercerita tentang tawadhu’!”
Mereka berkata: “Apa itu tawadhu’ wahai Abu Sa’id?” Beliau menjawab: “Yaitu
setiap kali ia keluar rumah dan bertemu seorang muslim ia selalu menyangka
bahwa orang itu lebih baik daripada dirinya.”
Ibnul Mubarak pernah ditanya tentang sebuah masalah di
hadapan Sufyan bin Uyainah, ia berkata: “Kami dilarang berbicara di hadapan
orang-orang yang lebih senior dari kami.”
Al-Fudhail bin Iyadh pernah ditanya: “Apa itu tawadhu’?” Ia
menjawab: “Yaitu engkau tunduk kepada kebenaran!”
Mutharrif bin Abdillah berkata: “Tidak ada seorangpun yang
memujiku kecuali diriku merasa semakin kecil.”
SALAF DAN SIFAT SANTUN
Pada suatu malam yang gelap Umar bin Abdul Aziz memasuki
masjid. Ia melewati seorang lelaki yang tengah tidur nyenyak. Lelaki itu
terbangun dan berkata: “Apakah engkau gila!” Umar menjawab: “Tidak” Namun para
pengawal berusaha meringkus lelaki itu. Namun Umar bin Abdul Aziz mencegah
mereka seraya berkata: “Dia hanya bertanya: Apakah engkau gila! dan saya jawab:
Tidak.”
Seorang lelaki melapor kepada Wahab bin Munabbih:
“Sesungguhnya Fulan telah mencaci engkau!” Ia menjawab: “Kelihatannya setan
tidak menemukan kurir selain engkau!”
SALAF DAN SIFAT ZUHUD
Yusuf bin Asbath pernah mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata:
“Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan
terhadap kekuasaan. Kita banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah
makanan, minuman, harta dan pakaian. Namun ketika diberikan kekuasaan kepadanya
maka iapun akan mempertahankan dan berani bermusuhan demi membelanya.”
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang lelaki yang
memiliki seribu dinar apakah termasuk zuhud? Beliau menjawab: “Bisa saja,
asalkan ia tidak terlalu gembira bila bertambah dan tidak terlalu bersedih jika
berkurang.”
Demikianlah beberapa petikan mutiara salaf yang insya Allah
berguna bagi kita dalam menuju proses penyucian jiwa. Semoga Allah senantiasa
memberi kita kekuatan dalam meniti jejak generasi salaf dalam setiap aspek
kehidupan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun
VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296
0 komentar:
Posting Komentar