Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
A. Definisi ‘Aqidah
‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari
kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan,
at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan
yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti
mengikat dengan kuat.[1]
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip
Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah
yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta
ijma’ Salafush Shalih. [3]
B. Objek Kajian Ilmu ‘Aqidah[4]
‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep
Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam,
masalah ghaibiyyaat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita
(tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar
hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan,
termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa
nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi
menyesatkan serta sikap terhadap mereka.
Disiplin ilmu ‘aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya,
dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah
(golongan-golongan) lainnya.
• Penamaan ‘Aqidah menurut Ahlus Sunnah:
Di antara nama-nama ‘aqidah menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:
1. Al-Iman
‘Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana yang disebutkan dalam
Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena
‘aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang
masyhur disebut dengan hadits Jibril Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus
Sunnah sering menyebut istilah ‘aqidah dengan al-Iman dalam kitab-kitab
mereka. [5]
2. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id)
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu ‘aqidah dengan istilah
‘Aqidah Salaf: ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab
mereka.[6]
3. Tauhid
‘Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar
Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan
Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling
mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena itulah ilmu ini disebut
dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama Salaf.[7]
4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para
penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah
‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga
generasi pertama.[8]
5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah
yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama. [9]
6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[10]
7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa
Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang
paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[11]
Itulah beberapa nama lain dari ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan
adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menamakan ‘aqidah mereka dengan
nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran
Asyaa’irah (Asy’ariyyah), terutama para ahli hadits dari kalangan
mereka.
• Penamaan ‘aqidah menurut firqah (sekte) lain:
Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah (sekte) selain Ahlus
Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘aqidah, dan yang paling terkenal di
antaranya adalah:
1. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin
(pengagung ilmu kalam), seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah [12] dan
kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai,
karena ilmu Kalam itu sendiri merupa-kan suatu hal yang baru lagi
diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas
Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.
Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai karena bertentangan
dengan metodologi ulama Salaf dalam menetapkan masalah-masalah ‘aqidah.
2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan
mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena
dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan
pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.
3. Tashawwuf
Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta
orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh
dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan penamaan yang baru lagi
diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan
pengakuan-pengakuan khurafat mereka yang dijadikan sebagai rujukan dalam
‘aqidah.
Penamaan Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Penamaan ini
terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama
dan keyakinan selain Islam.
Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah
Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf dipengaruhi oleh
kehidupan para pendeta Nasrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu
domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam
memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan
tauhid. Islam memberikan pengaruh yang baik terhadap kehidupan dan
memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.”
[13]
Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) rahimahullah berkata di
dalam bukunya at-Tashawwuful-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita
memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang pertama dan
terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui
oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru,
maka kita akan melihat dengan jelas perbedaan yang jauh antara Shufi
dengan ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah
melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau Radhiyallahu
anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa
Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya,
kita bisa melihat bahwa ajaran Tashawwuf diambil dari para pendeta
Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta ke-zuhudan Budha, konsep
asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi,
Ghanusiyah, Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilakukan oleh
orang-orang Shufi belakangan.” [14]
Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil rahimahullah berkata di dalam kitabnya,
Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar)
paling hina dan tercela. Syaithan telah membuat hamba Allah tertipu
dengannya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu
'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi
agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok
semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih men-dalam, akan ditemui
bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme,
Zoroasterisme, Platoisme, Yahudi, Nasrani dan Paganisme.”[15]
4. Ilaahiyyat (Teologi)
Illahiyat adalah kajian ‘aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah
nama yang dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan
para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama
ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya
kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallimin tentang
AllahSubhanahu wa Ta'alal menurut persepsi mereka.
5. Kekuatan di Balik Alam Metafisik
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta
orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai,
karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan
dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip
atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu
palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli.
Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai pengertian yang benar yaitu ‘aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari Al-Qur-an dan hadits-hadits
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush
Shalih.
C. Definisi Salaf (السَّلَفُ)
Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( اَلسَّلَفُ ) artinya yang terdahulu
(nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama [16]. Salaf berarti para
pendahulu. Jika dikatakan (سَلَفُ الرَّجُلِ) salaf seseorang, maksudnya
kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[17]
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan
terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in,
Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun
(generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat),
kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa
Tabi’ut Tabi’in).”[18]
Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat
ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih
mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
menegakkan agama-Nya...” [19]
Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul
Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf
tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan
Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang
‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.). Barangsiapa yang pendapatnya
sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan
suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun
tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya
menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun
ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.[20]
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara
bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena
menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para
Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka
mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in.
Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan
berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut
Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau
golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan
manhaj (sistem hidup dalam ber‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak
dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi,
pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan
‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya
perselisihan dan perpecahan. [21]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H)[22]
berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj
Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang
demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [23]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lisaanul ‘Arab (IX/311: عقد) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu’jamul Wasiith (II/614: عقد).
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12)
oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th.
1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah
fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.
[4]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 12-14).
[5]. Seperti Kitaabul Iimaan karya Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam
(wafat th. 224 H), Kitaabul Iimaan karya al-Hafizh Abu Bakar ‘Abdullah
bin Muhammad bin Abi Syaibah (wafat th. 235 H), al-Imaan karya Ibnu
Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabul Iman karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (wafat th. 728 H), رحمهم الله .
[6]. Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni
(wafat th. 449 H), Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah
(hal. 5-6) oleh Imam al-Lalika-i (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh
Imam al-Baihaqi (wafat th. 458 H), رحمهم الله.
[7]. Seperti Kitaabut Tauhiid dalam Shahiihul Bukhari karya Imam
al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitaabut Tauhiid wa Itsbaat Shifaatir Rabb
karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitaab I’tiqaadit Tauhiid oleh
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitaabut Tauhiid
oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitaabut Tauhiid oleh Muhammad
bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H), رحمهم الله.
[8]. Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241
H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H),
as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya
Imam al-Barbahari (wafat th. 329 H), رحمهم الله.
[9]. Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H),
asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari
(wafat th. 387 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul
Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H), رحمهم الله.
[10]. Seperti kitab al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah t (wafat th. 150).
[11]. Seperti kitab asy-Syarii’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan
al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[12]. Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalaam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).
[13]. Ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari
Haqiiqatuth Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah
al-Fauzan (hal. 18-19).
[14]. At-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir (hal. 50), cet. I/ Idaarah Turjumanis Sunnah, Lahore-Pakistan, th. 1406 H.
[15]. Mashra’ut Tashawwuf (hal. 10), cet. I/ Riyaasah Idaaratil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.
[16]. Lisaanul ‘Arab (VI/331) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) rahimahullah.
[17]. Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish
Shifaat (I/11) karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdurrahman al-Maghrawi,
Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H.
[18]. Muttafaq ‘alaih. HR. Al-Bukhari (no. 2652) dan Muslim (no. 2533
(212)), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu.
[19]. Al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat (I/11).
[20]. Al-Mufassiruun bainat Ta’-wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat
(I/13-14) dan al-Wajiiz fii ‘Aqiidah Salafush Shaalih (hal. 34).
[21]. Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa' wal Bida’
(I/63-64) karya Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru
Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf (hal. 21) karya Syaikh
Salim bin ‘Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil
‘Aqiidah.
[22]. Beliau adalah Ahmad bin ‘Abdul Halim bin ‘Abdussalam bin ‘Abdillah
bin Khidhir bin Muhammad bin ‘Ali bin ‘Abdillah bin Taimiyyah
al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di
Harran (daerah dekat Syiria). Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya,
luas pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul
Islam karena hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk
Mujaddid abad ke-7 H dan hafal Al-Qur-an sejak masih kecil. Beliau
rahimahullah mempunyai murid-murid yang ‘alim dan masyhur, antara lain:
Syamsuddin bin ‘Abdul Hadi (wafat th. 744 H), Syamsuddin adz-Dzahabi
(wafat th. 748 H), Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat th. 751
H), Syamsuddin Ibnu Muflih (wafat th. 763 H) serta ‘Imaduddin Ibnu
Katsir (wafat th. 774 H), penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir
Ibnu Katsiir.
‘Aqidah Syaikhul Islam adalah ‘aqidah Salaf, beliau rahimahullah
seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran, berjuang
untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat
Radhiyallahu anhum tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga
banyak yang menuduh dan memfitnah. Beliau menjelaskan yang haq tetapi
ahli bid’ah tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan
kepada penguasa pada waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara
sampai wafat pun di penjara (tahun 728 H). Semoga Allah mengampuni
dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang sangat luas dan memasukkan beliau
rahimahullah ke dalam Surga-Nya. (Al-Bidayah wan Nihayah XIII/255,
XIV/38, 141-145).
[23]. Majmu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (IV/149).
Sabtu, 10 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar