Saya
seorang pemuda yang pernah beranggapan bahwa kehidupan hanyalah harta yang
banyak, kasur yang empuk, kendaraan mewah, dan kesenang-kesenangan yang
lainnya. Nah, berikut ini saya sampaikan kisah perjalanan hidup saya, karena
siapa tahu menyadarkan orang yang lalai sebelum terlambat.
Hari
itu hari Jum’at, seperti biasanya saya bersenang-senang dan bermain bersama
teman-teman di tepi pantai. Tetapi, siapa mereka? Mereka adalah sekumpulan hati
yang lalai. Saya mendengar suara memanggil, Hayya ‘Alash-shalah. Hayya ‘Alal
Falah. Saya bersumpah demi Allah Yang Maha Agung, bahwa saya mendengar
adzan sepanjang hidup saya, namun saya tidak pernah memahami arti kata falah
(keberuntungan). Seolah-olah kata itu diucapkan dengan bahasa lain (non-arab).
Padahal, saya adalah orang Arab dan bahasa saya adalah bahasa Arab. Akan
tetapi, itulah sebuah kelalaian. Saat adzan berlangsung, saya dan teman-teman
sedang menyiapkan perlengkapan menyelam dan selang udara. Kami bersiap-siap
untuk melakukan wisata yang indah di bawah air. Di dalam benak saya terbayang
susunan acara selanjutnya pada hari ini yang setiap detiknya tidak lepas dari
maksiat. Na’udzubillah!
Nah,
sekarang kami berada di dalam perut laut. Maha Suci Tuhan Yang Maha Pencipta
pada apa yang Dia ciptakan untuk saya. Segala sesuatunya sesuai dengan
keinginan. Saya sudah memulai wisata yang indah, tetapi tiba-tiba terjadi
sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan. Potongan karet yang menutupi mulut
penyelam agar tidak kemasukan air dan untuk menyalurkan udara dari selang,
rusak saat udara masuk ke dalam paru-paru saya. Dan, tiba-tiba tetesan air asin
menutup saluran pernafasan saya. Saya merasa seperti sudah mati.
Paru-paru
saya mulai sesak. Udara yang selama ini masuk ke dalam perut saya, tanpa saya
pahami merupakan salah satu karunia terindah yang diberikan Allah kepada saya.
Saya mulai menyadari gawatnya keadaan yang tidak ada seorang pun iri kepada
saya. Saya mulai menarik nafas dan saya pun tersedak dengan air asin. Pita
hidup saya mulai berkelabatan di depan mata saya.
Bersamaan
dengan tarikan nafas yang pertama, saya menyadari betapa lemahnya manusia. Dan
saya juga menyadari bahwa saya tidak berdaya menghadapi tetesan air yang
ditugaskan oleh Allah agar menyerang saya, untuk memperlihatkan kepada saya
bahwa Dialah Yang Maha Perkasa. Bahwa, tidak ada pelarian dari Dia selain
kepada-Nya. Saya berada di kedalaman yang amat jauh.
Lalu
dengan tarikan nafas kedua, saya teringat shalat Jum;at yang selalu diabaikan.
Saya teringat Hayya ‘Alal Falah. Jangan heran bila saya katakan kepada
anda bahwa hanya pada saat itulah saya memahami arti kata falah
(keberuntungan). Tapi, sayang sekali, itu sudah terlambat Betapa besar
penyesalan saya terhadap setiap sujud yang saya abaikan. Betapa pedih hati saya
mengenang setiap detik yang saya habiskan untuk maksiat kepada Allah.
Pada
tarikan nafas ketiga, saya teringat ibu saya. Saya diliputi ketakutan dan
kesedihan yang mencabik-cabik hati ibu saya. Saya membayangkan ibu saya
menangisi kematian anak tunggalnya yang sangat dicintainya, dan bagaimana
nasibnya sepeninggal saya.
Saat
tarikan keempat, saya teringat dosa-dosa dan kesalahan saya. Oh, betapa
banyaknya. Saya teringat kesombongan dan keangkuhan saya. Saya mulai mencoba
mencari keselamatan dan kemenangan dengan detik terakhir yang tersisa untuk
saya. Karena saya pernah mendengar bahwa barangsiapa mengakhiri hidupnya dengan
membaca Asyhadu Allaa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah,
maka ia akan masuk surga.
Saya
mulai mencoba mengucapkan dua kalimat syahadat. Saat saya membaca Asyha…
tenggorokan saya langsung tersedak. Seolah-olah ada tangan ghaib yang menutup
tenggorokan saya agar tidak bisa mengucapkan kalimat itu. Saya kembali mencoba
dan berusaha keras. Asyha… Asyha… dan hati saya mulai menjerit,
“Tuhanku! Kembalikan aku! Tuhanku! Kembalikan aku! Satu jam, satu menit, satu
detik. Namun terasa jauh sekali kemungkinan itu.
Saya
mulai mati rasa. Saya diliputi kegelapan yang aneh. Saya kehilangan kesadaran.
Saya mulai mengetahui akhir hayat saya. Oh, kasihan sekali akhir hayat seperti
ini. Na’udzubillah !
Kisah
ini sangat menyedihkan. Namun, rahmat Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tiba-tiba
udara mulai merasuk kembali ke dalam dada saya. Kegelapan itu pun sirna. Mata
saya terbuka lalu saya melihat pelatih selam saya memegang saya sambil
menancapkan selang udara di mulut saya. Dia berusaha menyadarkan saya saat
masih berada di dalam perut laut. Saya melihat seulas senyum di wajahnya, lalu
saya pun mengerti bahwa saya baik-baik saja. Hati saya, lidah saya, setiap sel
yang ada di tubuh saya, dan ruh saya mengucapkan, Asyhadu Allaa Ilaaha
Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah. Alhamdulillah!
Alhamdulillah! Tiba-tiba hati saya berkata, “Tuhanku menyayangimu karena
doa ibumi untukmu. Maka, jadikanlah ini sebagai pelajaran”.
Saya
keluar dari air sebagai sosok yang lain. Saya benar-benar kata ‘lain’.
Pandangan saya terhadap kehidupan pun berubah menjadi sesuatu yang lain.
Sekarang alhamdulillah, saya adalah pemuda yang sangat berharap kepada
Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa agar berkenan mengakhiri hidupnya dengan
membaca, Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah,
saat nafas bergetar di tenggorokan yang saya ketahui dengan baik. Seorang
pemuda yang ingin menjadi bagian dari orang-orang yang disebut oleh Allah di
dalam kitab suci-Nya yang mulia, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak
akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal
shaleh, maka mereka itu akan masuk Surga dan tidak dianiaya sedikit pun. Yaitu
Surga ‘And yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada
hamba-hamba-Nya sekalipun tidak nampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan
ditepati”. (QS. Maryam:59-61).
Beberapa
waktu setelah kejadian itu saya kembali ke pantai itu seorang diri. Di dalam
perut laut itu saya bersujud kepada Allah sebagai ungkapan syukur, tunduk, dan
untuk mengenang karunia-Nya. Saat sujud di tempat yang saya kira belum ada
orang yang pernah sujud kepada Allah di sana .
Mudah-mudahan tempat itu menjadi saksi bagi saya kelak di Hari Kiamat. Kemudian
Allah akan memberikan belas kasih-Nya kepada saya karena sujud saya di dalam
perut laut tersebut dan memasukkan saya ke dalam Surga-Nya. Allahumma Amin.
Ketenangan
adalah buah dari keta’atan dan kecintaan. Setiap orang yang taat kepada Allah
akan merasa tenang. Dan setiap orang yang durhaka kepada Allah akan merasa
resah.
1 komentar:
Sykran..
Posting Komentar